Hikayat Islam – Kisah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam
Raja lalu mendatangkan wanita-wanita itu dan bertanya kepada mereka, “Apa yang terjadi pada diri kalian ketika kalian berusaha membujuk Yusuf agar ia terlena dan lengah akan kemurnian dan kesucian dirinya? Apakah kalian melihat bahwa Yusuf tertarik kepada kalian?” Mereka menjawab , “Allah Mahasuxi dari sifat lupa terhadap hamba-Nya sehingga kesucian sang hamba tercemari. Kami tidak menemukan pada dirinya suatu aib.” Ketika itu naluri baik pada istri al-‘Aziz itu muncul dan mendominasi, sehingga ia terdorong untuk mengatakan, “Sekarang sudah jelas mana yang benar. Akulah yang memperdaya dirinya. Aku telah berusaha untuk memperdayanya dengan cara merayu, tapi ia orang yang jujur. Ia adalah benar ketika menolak tuduhan dan melemparkan tuduhan itu kepadaku.”
Istri al-‘Aziz melanjutkan, “Ini adalah pernyataanku yang benar, dan aku kemukakan pernyataan ini agar Yusuf tahu bahwa aku tidak memanfaatkan kesempatan ketika dia dipenjara untuk terus memperkuat bukti tuduhan yang dilemparkan kepadanya, dan terus menerus dalam mengkhianati dirinya ketika ia tidak ada. Sesungguhnya Allah tidak akan meluluskan siasat buruk para pengkhianat.
Akut tidak mengklaim bahwa diriku suci dan terhindar dari kesalahan. Sebab, secara naluri, jiwa manusia selalu condong kepada kesenangan dan menganggap indah keburukan dan kejahatan, kecuali jiwa yang dijaga oleh Allah dan dhindarkan dari kejelekan. Sesungguhnya aku adalah orang yang sangat mengharapkan rahmat dan pengampunan Allah. Dia sangat luas ampunan-Nya atas dosa-dosa orang yang bertobat.
Ketika sang raja mengetahui bahwa Yusuf tidak bersalah, ia ingin memanggilnya. Ia memerintahkan para pengawal agar memanggil Yusuf untuk dijadikan sebagai orang yang dekat dan terhormat di lingkungan kerajaan. Di saat Yusuf sudah datang dan terjadi pembicaraan antara keduanya, raja paham benar bahwa dalam diri Yusuf terpancar kesucian jiwa dan pandangan yang cemerlang. Ia berkata kepada Yusuf, “Sungguh, kamu memiliki kedudukan yang sangat terhormat dalam pandanganku dan kamu adalah orang yang jujur dan dapat dipercaya.”
Dari sikap dan perilaku Yusuf, raja thu bahwa Yusuf seorang yang cakap dalam mengatur dan terampil dalam setiap apa yang dikerjakannya. Yusuf pun merasakan hal itu. Yusuf meminta kepada Raja agar diangkat sebagai salah astu pejabatnya seraya berkata, “Jadikanlah aku sebagai penjaga gudang tempat kau menyimpan kekayaan dan hasil bumi milikmu. Karena, seperti telah paduka buktikan sendiri, aku dapat memegang dan memelihara urusan kerajaan dengan baik, dapat menjaga dan memberdayakan harta-hartamu untuk sasaran yang tepat.
Tawaran Yusuf itu diterima oleh raja. Yusuf diangkat dan diberi kedudukan. Dengan begitu Allah telah menurunkan nikmat yang sangat besar kepada Yusuf. Diberikan kepadanya kekuasaan atas tanah Mesir. Di sana ia bebas singgah di tempat yang ia sukai. Ini adalah kekuasaan Allah atas hamba-hamba-Nya, Dia memberikan nikmat-Nya kepada siapa yang Dia pilih dari mereka, dan Allah tidak pernah menyia-nyiakan pahala kebaikan, tapi pasti membalasnya dengan kebaikan pula di dunia.
Sesungguhnya balasan di akhirat nanti lebih mulia dan memuaskan bagi mereka yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Mereka selalu menjadikan Allah sebagai pengawasnya, dan takut akan hari pembalasan.
Kemudian terjadi paceklik di daerah-daerah sekitar Mesir. Sebagaimana yang lain, keluarga Ya’qub juga tertimpa musibah itu, Orang-orang lantas berbondong-bondong menuju Mesir karena mereka tahu cara yang dilakukan Yusuf dalam mengelola logistik dan upaya persiapannya untuk masa bertahun-tahun ke depan. Ya’qub mengutus anak-anaknya ke sana untuk meminta makanan, kecuali Benyamin karena khawatir akan keselamatannya. Ketika tiba di Mesir, mereka langsung menghadap Yusuf, Yusuf mengetahui siapa mereka, tapi mereka tidak tahu siapa Yusuf.
Yusuf memerintahkan kepada para pembantunya untuk menjamu mereka dengan jamuan istimewa, dan menyiapkan bungkusan untuk dibawa kepada keluarga mereka. Setelah selesai makan, Yusuf duduk bersama mereka dan berbincang-bincang menanyakan keadaan mereka seperti orang yang sama sekali tidak tahu. Padahal Yusuf mengerti benar keadaan mereka. Mereka bercerita bahwa salah seorang adiknya tidak diajak karena ayah mereka tidak mau berpisah dengannya. Ia adalah Benyamin, saudara kandung Yusuf. Lalu Yusuf berkata, “Ajaklah saudara kalian itu datang bersama. Kalian tidak perlu khawatir. Kalian telah melihat sendiri bagaimana aku memenuhi jatah kalian dan kalian juga tahu bagaimana aku menghormati kalian sebagai tamu.”
“Jika nanti kalian tidak mengajak saudara kalian itu,” kata Yusuf melanjutkan, “aku tidak akan menyediakan makanan lagi untuk kalian. Dan jangan datang lagi kepadaku.”
Mereka menjawab, “Kami akan benar-benar berusaha meminta ayah untuk melepaskan Benyamin pergi bersama kami dan untuk tidak mengkhawatirkan keselamatannya. Sungguh kami tidak akan melanggar janji ini.”
Ketika mereka hendak berangkat pulang, Yusuf berkata kepada para pembantunya, “Letakkan kembali barang-barang yang mereka serahkan tadi di tempat barang-barang bawaan mereka, supaya mereka melihatnya ketika kembali kepada keluarganya nanti. Dengan demikian, kedatangan kembali mereka lebih bisa diharapkan, karena ingin mendapatkan makanan. Di samping itu, mereka juga yakin bahwa janji itu akan ditepati dan bahwa saudaranya akan teramankan. Dengan itu pula, ayahnya dapat dengan tenang melepas keberangkatan saudaranya.
Ketika mereka kembali kepada ayahnya, mereka menceritakan kepadanya pengalaman mereka bersama penguasa Mesir, keramahannya kepada mereka dan ancamannya untuk tidak memberi mereka jatah makanan jika pada waktu yang akan datang mereka tidak mengajak Benyamin. Mereka juga bercerita tentang janji penguasa Mesir yang akan memberi mereka jatah dan menjamu secara istimewa jika mereka datang bersama Benyamin. Kemudian mereka berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, izinkanlah Benyamin pergi bersama kami. Jika ayah mengabulkan permohonan ini, kami akan mendapat jatah makanan yang cukup. Kami berjanji denga sunguh-sunguh bahwa kami akan berjuang sekuat tenaga untuk menjaga Benyamin.”
Mendengar cerita dan permohonan anak-anaknya, hati Ya’qub tergugah oleh ingatan-ingatan masa lalu, kemudian berusaha mengaitkannya denga apa yang sedang ia dengar. Ya’qub berkata kepada mereka, “Jika aku terima permohonan kalian, sungguh ini merupakan sesuatu yang aneh. Sebab, jika aku percayakan Benyamin kepada kalian, maka yang akan terjadi tidak akan berbeda apa yang pernah terjadi ketika aku percayakan Yusuf kepada kalian. Saat itu kalian kembali sambil berkata bahwa Yusuf dimangsa serigala. Sesungguhnya hanya Allahlah tempat aku bergantung untuk melindungi anakku. Dialah penjaga yang Mahakuat. Allahlah tempat aku bergantung untuk melindungi anakku. Dia Mahakuat. Rahmat-Nya lebih luas dari rasa takutku akan kehilangan Benyamin setelah kehilangan Yusuf.”
Baca juga :
- Kisah Nabi Yusuf Alaihissalam – Bagian 1
- Kisah Nabi Yusuf Alaihissalam – Bagian 2
- Kisah Nabi Yusuf Alaihissalam – Bagian 3
- Kisah Nabi Yusuf Alaihissalam – Bagian 5
- Kisah Nabi Yusuf Alaihissalam – Bagian 6
- Kisah Nabi Yusuf Alaihissalam – Bagian 7
Bersambung…
Leave a Reply