Hikayat – Hukuman untuk Ka’ab bin Al Asyraf
Ka’ab bin Al Asyraf adalah salah satu pemimpin Yahudi di kota Madinah yang menjalin perjanjian bertetangga baik dengan kaum muslimin yang dipimpin oleh baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun di kemudian hari orang ini sangat memusuhi Islam dan kaum muslimin.
Pasca kekalahan kaum musyrikin pada perang Badar orang melawat ke Mekkah memprovokasi kaum musyrikin Quraisy agar memerangi kaum muslimin di kota Madinah. Dia mengatakan kepada Abu Sufyan bahwa agama berhala kaum musyrikin Quraisy lebih baik daripada agama Islam yang diturunkan Allah Shubahaanahu wata’ala kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sekembali dari lawatan provokasi tersebut dia menulis syair-syair rayuan yang merupakan pelecehan kepada para wanita kaum muslimin.
Dengan tindakannya tersebut, Ka’ab telah memutuskan perjanjian damai antara Kaum Yahudi dengan kaum muslimin. Dan itu semua tentunya sangat menyakiti baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka hal itu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meminta salah seorang kaum muslimin menjalankan perintah beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menghukumnya. Beliau bersabda:
“Siapa yang mau menghukum Ka’ab, sebab dia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya” (lihat Syaikhul Islam al Imam Ibnu Taimiyah, As Sharim al Maslul ala Syatimir Rasul, hal 26).
Syaikh Muhammad al Ghazali dalam kitab Fiqus Shirah menguraikan bagaimana sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama Muhammad bin Maslamah Rhadiyallahu ‘anhu. bersama pasukannya melaksanakan tugas tersebut. Setelah berpamitan kepada Rasulullah, Muhammad bin Maslamah bersama Abu Nailah berangkat menemui Ka’ab di pemukimannya. Mula-mula Muhammad bin Maslamah menggunakan taktik bersahabat dan berpura-pura memperlihatkan ketidaksenangannya kepada agama Islam. Muhammad bin Maslamah berdialog dengan Ka’ab.
Muhammad bin Maslamah berkata: “Orang itu (yakni Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam) minta shodaqoh kepada kami. Ia memberatkan kami, karena itu aku datang kepadamu mau pinjam uang.
Ka’ab: Oh engkau tampaknya sudah jemu kepadanya.
Muhammad: Kami telah mengikuti dia dan tidak ingin meninggalkannya sampai kami sendiri melihat sendiri bagaimana akhir persoalannya. Kami ingin agar anda mau memberi pinjaman kepada kami.
Ka’ab: Baiklah, tapi anda harus menyerahkan barang jaminan kepadaku.
Muhammad: Jaminan apa yang anda inginkan?
Ka’ab: Serahkan wanita kalian kepadaku sebagai jaminan.
Muhammad: Bagaimana mungkin kami menyerahkan wanita kami kepadamu sebagai jaminan? Bukankah engkau orang yang baik budi terhadap orang-orang Arab?
Ka’ab: Kalau begitu serahkan saja anak-anak lelaki kalian.
Muhammad: Mereka tentu akan memaki-maki karena kami menggadaikan anak-anak untuk satu atau dua kuintal kurma. Aku hendak menyerahkan senjata saja kepadamu sebagai jaminan.”
Pada malam bulan purnama berangkatlah kaum muslimin membawa senjata ke benteng tempat Ka’ab bermukim, untuk memenuhi apa yang telah mereka janjikan kepadanya. Ka’ab keluar benteng dengan pakaian yang berbau harum semerbak. Ia disambut baik oleh Abu Nailah dan Maslamah lalu diajak bercakap-cakap. Abu Nailah berpura-pura hendak mencium bau wangi pada rambut Ka’ab. Lalu mengulurkan tangan membelai-belai rambutnya seraya berkata: ”Sungguh, aku belum pernah mengalami malam seharum malam ini”.
Ka’ab bangga mendengar pujian seperti itu. Abu Nailah mengulanginya lagi. Dibelainya lagi rambut Ka’ab, tapi kemudian diragutnya sekeras-kerasnya sambil membekuk tengkuknya dan berseru kepada teman-temannya: ”Bunuhlah musuh Allah ini!”
Seketika itu juga beberapa bilah pedang yang diminta oleh Ka’ab sebagai barang jaminan menembus dadanya. Ka’ab meraung, semua lampu dalam perbentengan itu dinyalakan oleh penghuninya yang ingin tahu dari mana arah datangnya jeritan itu. Keesokan harinya barulah orang-orang Yahudi tahu bahwa pemimpinnya telah mati.
Itulah nasib Ka’ab bin Al Asyraf, pemimpin Yahudi yang memusuhi Islam, menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Sudah sepantasnya dia mendapatkan hukuman yang setimpal. Hukuman mati yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut tidaklah berlebihan. Sebab Allah Shubhaanahu wata’ala memang mengancam orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya sebagaimana firman-Nya:
”Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. Al Ahzab 57)
Pelajaran yang bisa kita petik dari peristiwa dihukumnya Ka’ab bin Al Asyraf tersebut adalah bahwa penghinaan terhadap kemuliaan ajaran Islam, Allah, dan Rasul-Nya adalah perkara serius yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Umat Islam harus selalu menyiapkan diri untuk melaksanakan tugas menjalankan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menjaga kemuliaan Islam, Allah, dan Rasul-Nya.
Persoalannya, hari ini umat Islam dalam posisi lemah, terpecah, dan tertindas sementara hinaan terhadap kemuliaan Islam, Allah, dan Rasul-Nya terus berlangsung tanpa ada pihak yang memiliki kekuatan dan otoritas membela kemulian tersebut, bahkan mereka membiarkan hinaan itu terjadi, malah tidak mustahil jika mereka ikut bersekongkol dalam penghinaan terhadap Islam, Allah, dan Rasul-Nya. Kalau seandainya baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit dari kuburnya tentulah beliau akan berteriak seperti ucapan beliau meminta perwiranya menghukum Ka’ab.
Apakah karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sudah wafat dan tak akan bangkit dari kuburnya, umat Islam berhak diam terhadap segala bentuk penghinaan terhadap kemuliaan Islam, Allah dan Rasul-Nya?
Sumber: http://islamstory.com/id/Hukuman-untuk-Ka-ab-bin-Al-Asyraf
Leave a Reply