• Home
  • Layanan
    • Jasa Desain Web
    • Program Umroh
  • Arsip
  • Kategori
    • Kisah Rasulullah
    • Kisah Shahabat
    • Kisah Orang Shalih
    • Kisah Teladan
    • Sejarah Islam
  • KAJIAN ISLAM
  • AFAHRURROJInet
  • Tips

Hikayat Islam

Kisah-kisah Islami

You are here: Home / Kisah Orang Shalih / Abu Qilabah, Ayyub Zaman Sekarang

Abu Qilabah, Ayyub Zaman Sekarang

posted 29 November 2014 by Ahmad Fahrurroji Leave a Comment 2629 Views

Hikayat – Abu Qilabah al-Jarami adalah seorang hamba yang shalih penuh kesabaran, teman dekat Ibnu Abbas dan sangat mencintai Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Abu Qilabah, Ayyub Zaman SekarangAbdullah bin Muhammad berkata, “Suatu hari aku berjalan-jalan ke pantai dengan dikawal gerobak Mesir. Setelah aku sampai ke ujung pantai ternyata aku tiba di Bathihah.

Di pantai ini ada sebuah kemah, dihuni seorang lelaki yang buntung kedua tangan dan kakinya, sementara pendengaran dan penglihatannya lemah. Tidak ada satu anggota tubuh pun yang berfungsi selain lisan.

Dengan lisan itu ia memanjatkan doa, ‘Ya Allah berikanlah kepadaku kemampuan untuk senantiasa memuji-Mu. Dengannya aku dapat memuaskan diriku dalam mensyukuri nikmat yang Engkau limpahkan kepadaku dan Engkau benar-benar telah memuliakan (melebihkan) aku dari segenap mahkluk-Mu’.”

Abdullah berkata, “Demi Allah, orang ini harus aku dekati. Akan aku tanyakan mengapa ia mengucapkan doa seperti itu? Apakah dia benar-benar mengerti perkataan yang ia ucapkan ataukah sekedar ilham yang diilhamkan kepadanya?”

Aku lantas mendatangi laki-laki itu, aku ucapkan salam kepadanya, dan aku katakan bahwa aku mendengar perkataan yang diucapkan tadi, “Ya Allah…” aku bertanya, “Kenikmatan apakah yang telah dikaruniakan Allah kepadamu? Dan kemuliaan seperti apakah yang telah dianugerahkan sehingga engkau bersyukur sedemikian itu?”

Lelaki itu menjawab, “Apakah engkau tidak melihat apa yang telah Allah perbuat kepadaku? Demi Allah, sekiranya Allah mengirim api dari atas langit untuk membakar tubuhku, memerintahkan gunung-gunung untuk menghancurkan aku, berkenan menyuruh lautan untuk menenggelamkan aku dan bumi menelan aku, maka sungguh aku tetap akan bersyukur kepada Allah atas lisan yang telah dikaruniakan kepadaku.

Tetapi wahai hamba Allah, engkau telah datang kepadaku dan aku butuh bantuanmu. Kamu sendiri sudah tahu bagaimanakah kondisi tubuhku, aku sendiri tidak mampu berbuat untuk menolong atau menciderai diriku. Sebelumnya aku ditemani anak laki-lakiku, dia selalu datang kepadaku pada waktu-waktu shalat. Dia lah yang mewudhuiku. Ketika aku lapar dan haus dia yang menyuapi dan memberi minum kepadaku. Sudah tiga hari ini aku kehilangan dia, kalau engkau berkenan carilah dia. Semoga Allah memberi rahmat kepadamu.”

Aku berkata, “Demi Allah, tidak ada perjalanan yang lebih agung dan mendapat pahala besar di sisi Allah selain perjalanan demi membantu sesama saudara seperti engkau.”

Maka aku pun mulai berjalan untuk mencari anaknya yang telah beberapa hari hilang. Belum jauh aku berjalan, tiba-tiba aku sampai di sebuah timbunan pasir, di situ aku menemukan seorang anak yang telah diterkam dan dimakan binatang buas. Aku ucapkan, “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.” Aku bergumam, “Apa yang harus aku katakan kepada lelaki tua renta itu?”

Dalam perjalanan pulang menuju kemah itu aku teringat dengan kisah Nabi Ayyub ‘Alaihissalam. Setelah aku tiba di kemah lelaki itu, aku ucapkan salam kepadanya, ia pun menjawab salamku.

Dia bertanya, “Bukankah engkau sahabatku?”

Aku jawab, “Ya.”

Dia bertanya, “Apa yang telah engkau lakukan untuk memenuhi kebutuhanku?”

Aku balik bertanya, “Siapakah yang lebih mulia di sisi Allah, engkau atau Nabi Ayyub?”

Dia menjawab, “Pasti Nabi Ayyub.”

Aku bertanya, “Apakah engkau tahu apa yang telah diperbuat Allah kepadanya? Bukankah ia telah diuji dengan harta, keluarga dan anak-anaknya?”

Dia menjawab, “Benar.”

AKu bertanya, “Bagaimana dia menghadapi kenyataan itu?”

Dia menjawab, “Dia hadapi penuh dengan kesabaran, senantiasa bersyukur dan bertahmid.”

Aku bertanya, “Namun, bukankah kerabatnya dan orang-orang yang mencintainya tidak rela menerima musibah itu?”

Dia menjawab, “Ya”

Aku bertanya, “Sementara itu, bagaimana Ayyub menyikapi semua itu?”

Dia menjawab, “Dia hadapi penuh dengan kesabaran, senantiasa bersyukur dan bertahmid.”

Aku bertanya, “Tetapi bukankah ia kemudian menjadi tontonan bagi orang-orang yang berjalan, apakah engkau tahu?”

Dia menjawab, “Iya”

Aku bertanya, “Bagaimana dia mensikapi semua ini?”

Dia menjawab, “Dia hadapi penuh dengan kesabaran, senantiasa bersyukur dan bertahmid. Sekarang, persingkatlah pembicaraanmu!, semoga Allah mencurahkan rahmat kepadamu.”

Aku berkata, “Wahai kawan, anakmu, yang engkau suruh aku untuk mencarinya, sudah aku temukan berada di antara timbunan pasir. Diterkam dan dimakan binatang buas, semoga Allah memberimu pahala yang besar dan melimpahkan kesabaran.”

Laki-laki yang ditimpa musibah itu mengucapkan, “Alhamdulillah, segala puji milik Allah. Dzat yang tidak menciptakan dari garis keturunanku seorang hamba pun bermaksiat kepada-Nya sehingga disiksa dalam api Neraka.” Kemudian ia mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.” Ia menangis tersedu-sedu, lalu menghembuskan nafas terakhir.

Seketika itu aku pun mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Betapa besar musibah yang menimpaku.

Mayat lelaki ini kalau aku tinggalkan pastilah dimakan binatang buas. Tetapi kalau aku urus, aku tidak bisa berbuat banyak. Lalu aku kafani dia dengan kain sorbanku. Aku duduk di sisi kepalanya sambil menangis.

Tiba-tiba saja ada empat orang lelaki masuk ke kemah tanpa permisi, mereka bertanya, “Wahai hamba Allah, apa yang terjadi padamu? Bagaimana kabarmu?” Kemudian aku ceritakan kepada mereka tentang diriku dan lelaki itu. Mereka bertanya, “Bolehkah kami melihat wajahnya, siapa tahu kami kenal?!”

Aku membuka wajahnya, keempat orang itu memperhatikan dengan seksama, kemudian menciumi mata dan tangannya, lalu berkata, “Benar, selama ini matanya tidak pernah dipergunakan untuk melihat hal-hal haram. Telah sekian lama anggota tubuhnya hanya digunakan untuk bersujud tatkala orang-orang terlelap tidur.”

Aku bertanya, “Sebenarnya siapakah orang itu?”

Mereka menjawab, “Abu Qilabah al-Jarami, teman dekat Ibnu Abbas. Orang ini sangat mencintai Allah dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam .”

Kemudian kami memandikan jenazahnya, mengkafani dengan pakaian yang ada, kami shalatkan dan kami kuburkan. Setelah selesai, orang-orang itu pulang begitu juga saya pulang ke markas.

Menjelang malam, aku rebahkan tubuhku untuk tidur. Tiba-tiba aku bermimpi seperti seseorang yang tidur lalu mimpi berada di salah satu taman surga dikelilingi oleh dua bidadari di antara para bidadari surga, mereka menyenandungkan, “Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Ar Ra’d: 24)

Aku bertanya, “Bukankah kamu ini temanku?”

Dia menjawab, “Ya.”

Aku bertanya, “Dari mana kamu peroleh kedudukan dan semua ini?”

Dia menjawab, “Sesungguhnya Allah memiliki beberapa tingkat/tempat yang sangat membahagiakan penghuninya yang tidak dapat dicapai kecuali melalui kesabaran ketika ditimpa musibah, dan bersyukur ketika dalam kenikmatan disertai rasa takut kepada Allah Subhaanahu wata’ala dalam keadaan sepi maupun ramai.”

Artikel sebelumnya Al-Khansa binti Amru, Cinta Sejati Ibu Pada Anak-anaknya

[99 Kisah Orang Shalih, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab]

Share this:

  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to share on Pinterest (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)

Filed Under: Kisah Orang Shalih Tagged: abu qilabah, hikayat, ibroh, kisah islami 2629 Views

Related Posts

  • Kisah Kejujuran Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad
  • Kisah Keberanian Ali Bin Abi Thalib RA dalam Perang UhudKisah Keberanian Sayyidina Ali RA dalam Perang Uhud
  • Umair Bin Sa’ad, Menyulam Pakaian Sendiri
  • Hikayat Al Bukhari Guru Para GuruAl Bukhari, Imam Umat Seluruh Dunia dan Guru Para Guru
  • Hukuman untuk Ka’ab bin Al Asyraf

Leave a Reply Cancel reply

Artikel Pilihan

Syaiban Ar-Ra’i, Mengelus Telinga Seekor Singa

Taubatnya Ka’ab bin Malik RA Karena Tidak Ikut dalam Perang Tabuk (3)

Kisah Sayyidina Umar bin Khattab RA (Episode 14)

Abu Bakar Ash-Shiddiq, Dan Berkah Makanan

Abu Qilabah, Ayyub Zaman Sekarang

Kisah Syahidnya Sayyidina Anas bin Nadhar Radhiayallahu anhu

Kisah Perjalanan Seseorang dari Madinah ke Dasmaskus Hanya untuk Sebuah Hadits

Kisah Islamnya Sayyidina Abu Dzar Al-Ghifari RA

Kalian adalah Seburuk-buruk Hamba

Kisah Sayyidina Umar bin Khattab RA (Episode 5)

  • Tentang
  • Layanan
  • Arsip
  • Kontak

Facebook | Linkedin | Twitter | Pinterest

Profil

Ahmad Fahrurroji adalah seorang blogger, desainer web dan antusias dengan WordPress. Fokus dalam pembuatan desain web beserta pemasaran online. Jika Anda tertarik untuk mempromosikan bisnis Anda secara online hubungi saja: Email : afahrurroji@gmail.com Informasi → Selengkapnya

Berlangganan ke Blog via Email

Masukkan alamat surel Anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan-tulisan baru melalui surel.

Join 3,573 other subscribers

Copyright © 2022 · Hikayat Islam